Sunday, 31 January 2016

Coto Makassar sebagai Kuliner Khas Sulawesi Selatan

Coto Makassar merupakan satu lagi makanan khas daerah Sulawesi Selatan lebih tepatnya sekitaran Makassar. Berkunjung ke daerah ini tidaklah lengkap tanpa mencoba mencicipi kuliner khas ini. Mendengar namanya yang mirip dengan soto, kemungkinan kita berfikir kalau ini adalah soto tapi dengan dialek lokal. Tapi terdapat perbedaan antar keduanya walaupun sama-sama masakan berkuah.

Coto Makassar terbuat dari daging sapi beserta jeroannya yang dipadukan dengan berbagai macam campuran bumbu rempah menghasilkan rasa yang unik. Campuran bumbu yang digunakan antara lain kacang, kemiri, cengkeh, bawang merah, bawang putih dan masih banyak lagi yang konon mencapai empat puluh bumbu yang digunakan, kemudian dikenal dengan istilah rampah patang pulo (rempah empat puluh). Dan beberapa daerah juga menggunakan hewan lain sebagai bahan dasarnya seperti Coto kuda pada daerah Jeneponto. Hidangan coto disajikan  berkuah atau dapat digolongkan ke dalam sup  untuk masyarakat modern. Kuliner ini  tak lengkap apabila disantap tanpa burasa atau ketupat. Sehingga pada warung-warung coto di Makassar selalu meyediakan ketupat di hidangannya.

Sebagai makanan khas daerah yang sudah ada sejak zaman dahulu, coto Makassar pastilah memiliki sejarah yang panjang hingga sekarang. Namun bukti sejarah yang menceritakan tentang asal usul Coto Makassar kurang dapat ditemui dalam bentuk litarasi sehingga sulit mencari kepastiannya. Diperkirakan hidangan Coto Makassar telah populer pada masa Kerajaan Gowa di sekitar abad XVI. Ada yang mengatakan bahwa coto dihidangkan pada wilayah istana kerajaan, tapi ada pula kalau mulanya berkembang di rakyat jelata. Masih sulit mencari kebenarannya karena kurangnya bukti tertulis. Adapula yang mengatakan jika hidangan ini mendapat pengaruh dari kebudayaan Cina yang sering melakukan perdagangan di Kerajaan Gowa.

Tapi diluar dari belum pasti sejarahnya, intinya Coto Makassar berasal dari Sulawesi Selatan dan menjadi kuliner khas di daerah ini yang berkembang berbeda di daerah lain di Indonesia. Berkunjung ke Makassar tak aka nada salahnya untuk mencoba mencicipi kuliner satu ini. Warung-warung yang menghidangkannya telah tersebar di berbagai sudut kota Makassar, dari yang berskala pinggiran hingga berskala restoran.

Saturday, 30 January 2016

Fort (Benteng ) Rotterdam, Saksi Sejarah Kerajaan Gowa

papan nama benteng rotterdam
Makassar yang merupakan salah satu kota besar di Indonesia memiliki sejarah yang panjang di Bumi Nusantara ini. Makassar sudah menjadi pusat perdagangan sejak sekitar abad XIV pada masa kerajaan Gowa-Tallo. Sebagai kerajaan besar di timur Indonesia, kerajaan ini menjadi salah satu yang melakukan perlawanan sengit terhadap Belanda di masa lalu.

Peninggalan sejarah kerajaan Gowa yang masih dapat dilihat sampai saat ini yaitu Fort (Benteng) Rotterdam. Apabila dilihat dari namanya, Benteng ini bukanlah peninggalan Kerajaan Gowa namun lebih ke peninggalan Belanda di Indonesia. Yah dahulu benteng ini merupakan benteng kerajaan Gowa, tapi setelah Belanda memenangkan peperangan dan terjadinya perjanjian Bongaya (18 November 1667) maka Kerajaan Gowa dipaksa menyerahkan Benteng ini kepada pihak Belanda. Setelah inilah benteng ini diberi nama Fort Rotterdem yang diambil dari nama kampung halaman Gubernur Jenderal Cornelis Spelmenn di Belanda.

pintu masuk fort rotterdam
Benteng Rotterdam ini yang dulunya bernama Benteng Jum’pandang (Ujung Pandang) dibangun oleh   I manrigau Daeng Bonto Karaeng Lakiung Tumapa’risi’ kallona pada  tahun 1545 yang merupakan Raja Gowa yang kesembilan.  Sejak dibangun pertama kali benteng ini menggunakan bahan dasar tanah liat yang selanjutnya oleh Raja Gowa keempat belas, Sultan Alauddin diperbaiki untuk lebih memperkuat benteng dengan menggantinya dengan batu padas dari Pegunungan Karst di sebelah utara Makassar. Dari segi bentuk benteng ini memiliki bentuk seperti penyu yang menghadap ke barat dan siap turun ke laut. Berdasarkan segi filosofisnya, penyu merupakan hewan yang hidup di darat dan di laut yang bermakna bahwa Kerajaan Gowa mampu berjaya di Lautan dan di darat. Oleh karena itu benteng ini biasanya juga disebut Benteng Panyyua (Penyu) karena bentuknya tersebut. Setelah raja Gowa keenam belas, Sultan Hasanuddin terdesak dalam perang melawan Belanda maka dengan perjanjian Bongaya Belanda mengambil alih benteng Ujung Pandang ini dan mengganti namanya dengan Fort Rotterdam. Dan menjadi pusat pemerintahan belanda di Makassar dalam menguasai jalur perdagangan di Indonesia timur saat itu. Akibat perang tersebut banyak bagian dari benteng yang rusak sehingga diperbaiki kembali dengan selera arsitektur Belanda.


salah satu bangunan dalam fort rotterdam
Saat ini Fort Rotterdam berada dalam wilayah administrasi Kota Makassar, berada kurang lebih 2 km di sebelah utara pantai Losari. Benteng ini menjadi tempat rekreasi sejarah dan pusat kebudayaan yang ada di Makassar. Di dalam benteng ini juga terdapat museum Lagaligo yang meyimpan berbagai macam peninggalan kebudayaan Sulawesi. Sebagai pusat kebudayaan hingga saat ini di Fort Rotterdam sering diadakan kegiatan kesenian dan kebudayaan daerah untuk melestar


ikan budaya setempat. Jika ke Kota Makassar, Fort Rotterdam dapat menjadi salah satu daerah tujuan untuk mengenang kejadian bersejarah di masa lalu.

Wednesday, 27 January 2016

Anoa Asli dari Sulawesi

Sulawesi sebagai salah satu pulau di Indonesia memiliki keunikan tersendiri dalam hal flora dan fauna. Karena berada pada peralihan antara fauna Asia dan Australia sehingga memiliki karakteristik tersendiri. Ada banyak flora dan fauna khas yang dapat ditemukan di Pulau ini. Salah satu hewan endemik yang ada di Pulau Sulawesi yaitu Anoa.

Anoa  merupakan hewan mirip kerbau tetapi memiliki tubuh yang lebih kecil. Anoa terbagi atas dua kelompok yaitu Anoa Pegunungan (Bubalus quarlesi) dan Anoa Dataran Rendah (Bubalus depressicornis). Perbedaan dari kedua jenis ini yaitu dari habitatnya. Anoa dataran rendah lebih banyak menghabiskan hidupnya di daerah dataran rendah yang memiliki sumber air seperti sungai. Sedangkan anoa pegunungan hidup pada daerah dataran tinggi diatas kira-kira 1000 mdpl. Secara fisik anoa pegunungan lebih kecil disbanding anoa dataran rendah.

Saat ini Anoa menjadi hewan yang terancam punah karena populasi di alam Sulawesi terus menurun. Anoa sering diburu oleh masyarakat untuk dimanfaatkan daging, kulit dan diambil tanduknya. Anoa kebanyakan hidup di huta-hutan yang tidak digapai oleh manusia. Perluasan permukiman manusia dan rusaknya habitat asli hewan ini menjadi salah satu sebab juga berkurangnya populasi Anoa.

Saat ini pemerintah dan masyarakat melalui lembaga terkait berusaha untuk menyelamatkan spesies hewan ini. Dengan menjadikannya sebagai satwa yang dilindungi. Walaupun mirip kerbau tapi Anoa tetaplah anoa yang memiliki keunikannya tersendiri yang tidak terdapat di Pulau lain sehingga pantas untuk diselamatkan.